Friday, 22 April 2016

Sejarah Umrah Pertama Rasulullah SAW




Sungguh itu bukan pemandangan lazim. Hari itu, kaum Quraisy berbondong-bondong meninggalkan Mekah. Tua, muda dan anak-anak, laki-laki maupun perempuan, tanpa kecuali. Orang-orang itu mendaki bukit-bukit di sekitar Mekah. Perhatian mereka tertuju pada kepulan debu yang terbit dari arah utara.
Ya, dari utara -dari arah Madinah-sekitar 2000 orang tengah mendekati Mekah. Mereka adalah rombongan Rasulullah. Setahun sebelumnya, dalam jumlah yang lebih kecil, mereka telah mencoba memasuki Mekah untuk ziarah. Perjalanan itu tertahan di Hudaibiya -tempat kedua pihak menunaikan perjanjian. Dalam perjanjian itu, Muhammad dan rombongan baru boleh datang ke Mekah setahun kemudian. Jika saat itu tiba, kaum Quraisy akan menyingkir sementara dari Mekah.
Setahun telah berlalu. Pada bulan suci ini, Muhammad benar-benar datang bersama umat Islam lainnya. Mereka semua larut dalam seruan “labbaika, labbaika” yang tak putus-putusnya membahana. Sudah sekitar tujuh tahun meninggalkan kota tempat ka’bah itu berada. Kini “rumah Allah” tersebut telah berada di hadapannya.
Muhammad menyelempangkan jubah ke pundak kirinya. Dibiarkannya pundak dan lengan kanannya terbuka. Saat itu pula, ia berdoa “Allahumarham, amra-a arahumulyauma min nafsihi quwwata.” (Ya Allah, berikan rahmat kepada orang yang hari ini telah memperlihatkan kemampuan dirinya”).
Ia lalu melangkah menyentuh hajar aswad di sudut ka’bah, lalu berlari kecil hingga Rukun Yamani atau sudut selatan yang merupakan sudut ketiga, dan kemudian berjalan kembali untuk menyentuh hajar aswad. Hal demikian dilakukannya tiga kali. Selebihnya Muhammad mengelilingi ka’bah dengan arah yang berlawanan dengan putaran jarum jam itu dengan berjalan kaki. Ribuan umat Islam mengikuti setiap gerakan Muhammad. Sebuah pemandangan yang mempesona orang-orang Qurais yang menyaksikan dari lereng-lereng bukit.
Abdullah bin Rawaha tidak dapat menahan diri untuk larut dalam suasana tersebut. Ia nyaris meneriakkan tantangan perang pada Qurais. Namun Umar bin Khattab mencegahnya. Sebagai pelampiasannya, Umar menyarankan Abdullah untuk meneriakkan kata yang sekarang cukup dikenal oleh masyarakat Islam: “La ilaha illallah wahdah, wanashara abdah, wa’a’azza jundah, wakhadalal ahzaba wahdah”. (“Tiada Tuhan selain Allah Yang Esa, yang menolong hamba-Nya, memperkuat tentara-Nya dan menghancurkan sendiri musuh yang bersekutu.”)
Abdullah terus mengulang-ulang kalimat tersebut yang diikuti hampir seluruh umat Islam. Kata-kata itu terus bergema, menghunjam hati-hati orang Qurais yang hanya dapat menyaksikan dari jauh.
Usai mengelilingi ka’bah, Muhammad yang mengendarai kendaraannya, menuju bukit Shafa. Dari sana Rasul bergerak ke bukit Marwa, dan kembali ke bukit Shafa lagi hingga tujuh kali perjalanan. Perjalanan yang sekarang disebut sa’i ini diyakini sebagai upaya menapaktilasi perjuangan keluarga Nabi Ibrahim, khususnya Siti Hadjar, saat membangun baitullah, berabad-abad sebelumnya. Usai perjalanan tersebut, sesuai tradisi orang-orang Arab masa itu, Muhammad pun bercukur rambut, kemudian memotong kurban.
Esok harinya, Muhammad memasuki ka’bah dan terus berada di sana sampai tiba salat dzuhur. Sebagaimana di Madinah, Bilal bin Rabah, kemudian naik ke atap bangunan untuk mengumandangkan azan. Rasul pun menjadi imam salat berjamaah di sana, di antara patung-patung yang masih banyak terdapat di sekitar ka’bah.
Muhammad tinggal di Mekah selama tiga hari. Setelah itu, ia dan rombongan kembali ke Madinah. Ada dua keuntungan yang diperolehnya dalam perjalanan kali ini. Ia dan rombongan bukan saja dapat menunaikan ibadah umrah -yang sering disebut pula sebagai Umrah Pengganti (Umratul Qadha), ia juga berhasil merebut hati tokoh-tokoh penting Qurais.
Saat Muhammad di perjalanan menuju Madinah itu, Khalid bin Walid mengejarnya dan menyatakan diri masuk Islam. Khalid adalah seorang muda yang menjadi komandan paling cerdik pasukan Qurais. Kelak ia banyak berperan dalam sejumlah ekspedisi militer kalangan Islam. Setelah Khalid, Amr bin Ash serta Ustman anak Talha yang menjadi penjaga ka’bah, menyusul masuk Islam. Setelah Rasul wafat, Amr banyak menimbulkan persoalan terutama menyangkut perselisihannya dengan Ali bin Abu Thalib.
Umrah ditunaikan. Kota Mekah tinggal sesaat lagi untuk sepenuhnya berada dalam kendali Rasulullah.
Pengikut Nabi SAW, yaitu kaum Muhajirin dan kaum Anshar telah menyatu di Madinah yang sudah sepenuhnya dikuasai umat Islam. Secara militer posisi Nabi Muhammad SAW sudah jauh lebih kuat setelah menghadapi tiga perang penting, Perang Badar,Perang Uhud,Perang Khandaq atau Perang Ahzab.
Kejatuhan Makkah yang dikuasai Qurais tinggal menunggu waktu dan semangkin melemah akibat blokade ekonomi kaum Muslim yang menguasai jalur perdagangan dengan Syiria.
Kaum Muslim yang dipimpin Nabi Muhammad SAW semuanya berpakaian Ihram putih,dan tidak membawa senjata karena tujuan mereka Ke Makkah adalah untuk beribadah di Ka’bah.
Mendekati kota Makkah kaum Muslim berhenti dan berkemah disuatu tempat bernama Hudaibiyah,kaum Muslim yang siap berjihad di tenda-tenda mereka sudah tidak sabar untuk masuk ke Makkah untuk melakukan tawaf mengelilingi Ka’bah.
Kaum Qurais bersiap-siap menghadang mereka dengan kekerasan dan tegang,dipuncak ketegangan ini kaum Qurais mengirim Suhail bin Arm untuk berunding dengan Nabi Muhammad SAW setelah menjalani perundingan yang alot akhirnya dicapai kesepakatan.
Rasulullah setuju untuk membatal tawaf ke Ka’bah tahun ini,kembali bersama pengikutnya ke Madinah dan kembali tahun berikutnya dan pada waktu itu kaum Qurais akan meninggalkan Makkah selama tiga hari kesepakatan ini dinamaka Perjanjian Hudaibiyah.

sumber: https://www.facebook.com/syiartravel/posts/245883962202806

Wednesday, 13 April 2016

Rasulullah SAW Pertama Kali Mengerjakan Ibadah Haji

PADA bulan Dzulqa`dah 6 Hijri (April 628), Nabi Muhammad SAW bermimpi menunaikan umrah ke Makkah, lalu mengajak para shahabat untuk merealisasikan mimpi tersebut. Maka Rasulullah SAW beserta sekitar 1500 shahabat berangkat menuju Makkah, mengenakan pakaian ihram dan membawa hewan-hewan qurban. Kaum musyrikin Quraisy mengerahkan pasukan untuk menghalang-halangi, sehingga rombongan dari Madinah tertahan di Hudaibiyah, 20 km di sebelah barat laut Makkah.
Kaum Quraisy mengutus Suhail ibn Amr untuk berunding dengan Rasulullah SAW Suhail mengusulkan kesepakatan genjatan senjata antara Makkah dan Madinah, serta kaum Muslimin harus menunda umrah (kembali ke Madinah) tetapi tahun depan diberikan kebebasan melakukan umrah dan tinggal selama tiga hari di Makkah. Di luar dugaan para shahabat, ternyata Rasulullah SAW menyetujui usul Suhail itu! Sepintas lalu isi perjanjian kelihatannya merugikan kaum Muslimin, tetapi secara politis sangat menguntungkan. “Perjanjian Hudaibiyah” merupakan salah satu tonggak penting dalam sejarah Islam, sebab untuk pertama kalinya kaum Quraisy di Makkah mengakui kedaulatan kaum Muslimin di Madinah.
Ketika Rasulullah SAW dan rombongan pulang kembali ke Madinah, turunlah wahyu Allah dalam Al-Fath 27: “Sungguh Allah membenarkan mimpi rasul-Nya dengan sebenar-benarnya, bahwa kamu sekalian pasti akan memasuki Masjid al-Haram insya Allah dengan aman. Kamu akan mencukur kepalamu atau menggunting rambut (tahallul merampungkan umrah) dengan tidak merasa takut. Dia mengetahui apa yang tidak kamu ketahui, dan Dia menjadikan selain itu kemenangan yang dekat!”
Sesuai dengan Perjanjian Hudaibiyah, tahun berikutnya (Dzulqa`dah 7 Hijri atau Maret 629) Rasulullah SAW beserta para shahabat untuk pertama kalinya melakukan umrah ke Baitullah. Ketika rombongan Nabi yang berjumlah sekitar 2000 orang memasuki pelataran Ka`bah untuk melakukan thawaf, orang-orang Makkah berkumpul menonton di bukit Qubais dengan berteriak-teriak bahwa kaum Muslimin kelihatan letih dan pasti tidak kuat berkeliling tujuh putaran. Mendengar ejekan ini, Rasulullah SAW bersabda kepada jemaah beliau, “Marilah kita tunjukkan kepada mereka bahwa kita kuat. Bahu kanan kita terbuka dari kain ihram, dan kita lakukan thawaf dengan berlari!”
Sesudah mencium Hajar Aswad, Rasulullah SAW dan para shahabat memulai thawaf dengan berlari-lari mengelilingi Ka`bah, sehingga para pengejek akhirnya bubar. Pada putaran keempat, setelah orang-orang usil di atas bukit Qubais pergi, Rasulullah SAW mengajak para shahabat berhenti berlari dan berjalan seperti biasa. Inilah latar belakang beberapa sunnah thawaf di kemudian hari: bahu kanan yang terbuka (idhthiba’) serta berlari-lari kecil pada tiga putaran pertama khusus pada thawaf yang pertama. Selesai tujuh putaran, Rasulullah SAW shalat dua rakaat di Maqam Ibrahim, kemudian minum air Zamzam. Sesudah itu Rasulullah melakukan sa`i antara Safa dan Marwah, dan akhirnya melakukan tahallul (menghalalkan kembali larangan-larangan ihram) dengan mencukur kepala beliau.
Ketika masuk waktu zuhur, Rasulullah SAW menyuruh Bilal ibn Rabah naik ke atap Ka`bah untuk mengumandangkan azan. Suara azan Bilal menggema ke segenap penjuru, sehingga orang-orang Makkah berkumpul ke arah ‘suara aneh’ yang baru pertama kali mereka dengar. Kaum musyrikin menyaksikan betapa rapinya saf-saf kaum Muslimin yang sedang shalat berjamaah. Hari itu, 17 Dzulqa`dah 7 Hijri (17 Maret 629), untuk pertama kalinya azan berkumandang di Makkah dan Nabi Muhammad SAW menjadi imam shalat di depan Ka`bah!
Rasulullah SAW dan para shahabat, sesuai dengan Perjanjian Hudaibiyah, hanya tiga hari berada di Makkah, kemudian kembali ke Madinah. Akan tetapi kegiatan kaum Muslimin di Makkah menimbulkan kesan yang mendalam bagi orang-orang Quraisy. Tidak lama sesudah itu, tiga orang terkemuka Quraisy, yaitu Khalid ibn Walid, Amru ibn Ash dan Utsman ibn Thalhah, menyusul hijrah ke Madinah dan masuk Islam.
Di kemudian hari, pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Khattab (634-644), Khalid ibn Walid memimpin pasukan Islam membebaskan Suriah dan Palestina serta Amru ibn Ash membebaskan Mesir dari penjajahan Romawi. Adapun Utsman ibn Thalhah dan keturunannya diberi kepercayaan oleh Rasul untuk memegang kunci Ka`bah. Sampai hari ini, meskipun yang menguasai dan memelihara Ka`bah silih berganti sampai Dinasti Sa`udi sekarang, kunci Ka`bah tetap dipegang oleh keturunan Utsman ibn Thalhah dari Bani Syaibah.
Beberapa bulan sesudah Rasulullah SAW berumrah, kaum Quraisy melanggar perjanjian genjatan senjata, sehingga pada 20 Ramadhan 8 Hijri (11 Januari 630) Rasulullah SAW beserta 10.000 pasukan menaklukkan Makkah tanpa pertumpahan darah. Rasulullah SAW memberikan amnesti massal kepada warga Makkah yang dahulu memusuhi kaum Muslimin. “Tiada balas dendam bagimu hari ini. Semoga Allah mengampuni kalian dan Dia Paling Penyayang di antara para penyayang,” demikian sabda Rasulullah SAW mengutip ucapan Nabi Yusuf AS yang tercantum dalam Surat Yusuf 92.
Kesucian hati Rasulullah SAW yang tanpa rasa dendam ini menyebabkan seluruh orang Quraisy masuk Islam. Turunlah Surat An-Nasr: “Tatkala datang pertolongan Allah dan kemenangan, engkau melihat manusia masuk kepada agama Allah berbondong-bondong. Sucikan dan pujilah Tuhanmu serta memohon ampunlah pada-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Penerima Taubat.” Setelah menerima ayat ini, Rasulullah SAW pada ruku` dan sujud dalam shalat mengucapkan Subhanakallahumma rabbana wa bihamdika, allahummaghfirli (“Maha Suci Engkau, Ya Allah Tuhan kami, dan pujian bagi-Mu. Ya Allah, ampunilah aku”).
Rasulullah SAW segera memerintahkan pemusnahan berhala-berhala di sekeliling Ka`bah serta membersihkan ibadah haji dari unsur-unsur kemusyrikan dan mengembalikannya kepada sya`riat Nabi Ibrahim yang asli. Pada tahun 8 Hijri itu Rasulullah melakukan umrah dua kali, yaitu ketika menaklukkan Makkah serta ketika beliau pulang dari Perang Hunain. Ditambah dengan umrah tahun sebelumnya, berarti Rasulullah sempat melakukan umrah tiga kali, sebelum beliau mengerjakan ibadah haji tahun 10 Hijri.
Pada bulan Dzulhijjah 9 Hijri (Maret 631), Rasulullah SAW mengutus shahabat Abu Bakar Shiddiq untuk memimpin ibadah haji. Rasulullah sendiri tidak ikut lantaran sedang menghadapi Perang Tabuk melawan pasukan Romawi. Abu Bakar Shiddiq mendapat perintah untuk mengumumkan Dekrit Rasulullah, berdasarkan firman Allah dalam At-Taubah 28 yang baru diterima Nabi, bahwa mulai tahun depan kaum musyrikin dilarang mendekati Masjid al-Haram dan menunaikan ibadah haji, karena sesungguhnya mereka bukanlah penganut ajaran tauhid dari Nabi Ibrahim AS
Pada tahun 10 Hijri (631/632 Masehi) Semenanjung Arabia telah dipersatukan di bawah kekuasaan Nabi Muhammad SAW yang berpusat di Madinah, dan seluruh penduduk telah memeluk agama Islam. Maka pada bulan Syawwal 10 Hijri (awal tahun 632) Rasulullah SAW mengumumkan bahwa beliau sendiri akan memimpin ibadah haji tahun itu. Berita ini disambut hangat oleh seluruh umat dari segala penjuru, sebab mereka berkesempatan mendampingi Rasulullah SAW dan menyaksikan setiap langkah beliau dalam melakukan manasik (tatacara) haji.
Rasulullah SAW berangkat dari Madinah sesudah shalat Jum`at tanggal 25 Dzulqa`dah 10 Hijri (21 Februari 632), mengendarai unta beliau Al-Qashwa’, dengan diikuti sekitar 30.000 jemaah. Seluruh istri beliau ikut serta, dan juga putri beliau Fatimah. Sesampai di Dzulhulaifah yang hanya belasan kilometer dari Madinah, rombongan singgah untuk istirahat dan mempersiapkan ihram. Di sini istri Abu Bakar Shiddiq, Asma’, melahirkan putra yang diberi nama Muhammad. Abu Bakar berniat mengembalikannya ke Madinah, tetapi Rasulullah SAW mengatakan bahwa Asma’ cukup mandi bersuci, lalu memakai pembalut yang rapi, dan dapat melakukan seluruh manasik haji. Muhammad ibn Abi Bakar yang lahir di Dzulhulaifah itu kelak menjadi Gubernur Mesir pada masa Khalifah Ali ibn Abi Thalib (656-661).
Keesokan harinya, Sabtu 26 Dzulqa`dah (22 Februari), setelah semuanya siap untuk berihram, Rasulullah SAW menaiki unta kembali, lalu bersama seluruh jemaah mengucapkan: Labbaik Allahumma Hajjan (“Inilah saya, Ya Allah, untuk berhaji”). Tidak ada yang berniat umrah, sebab menurut tradisi saat itu umrah hanya boleh di luar musim haji. Tiga cara haji (Tamattu`, Ifrad, Qiran) yang kita kenal sekarang baru diajarkan Rasulullah SAW di Makkah delapan hari berikutnya. Rombongan menuju Makkah dengan tiada henti mengucapkan talbiyah. Pada Sabtu 3 Dzulhijjah (29 Februari), mereka tiba di Sarif, 15 km di utara Makkah, kemudian beristirahat. Aisyah, istri Nabi, kedatangan masa haidnya, sehingga dia menangis karena khawatir tidak dapat menunaikan haji. Rasulullah menghiburnya, “Sesungguhnya haid itu ketentuan Allah untuk putri-putri Adam. Segeralah mandi dan engkau dapat melakukan semua manasik haji, kecuali thawaf sampai engkau suci.”
Pada Ahad 4 Dzulhijjah (1 Maret) pagi, Rasulullah SAW dan rombongan memasuki Makkah. Di sana sudah menunggu puluhan ribu umat yang datang dari berbagai penjuru, dan total jemaah haji mencapai lebih dari 100.000 orang. Rasulullah SAW memasuki Masjid al-Haram melalui gerbang Banu Syaibah atau Bab as-Salam (‘Pintu Kedamaian’) di samping telaga Zamzam di belakang Maqam Ibrahim. Perlu diketahui bahwa yang disebut “Masjid al-Haram” saat itu adalah lapangan tempat shalat dan thawaf (secara harfiah, masjid artinya ‘tempat sujud’), sedangkan bangunan masjid baru dirintis oleh Khalifah Umar ibn Khattab (634-644), lalu mengalami perluasan dari masa ke masa sehingga akhirnya megah seperti sekarang.
Juga perlu dijelaskan bahwa Rasulullah SAW tidak pernah memerintahkan masuk masjid harus dari gerbang Banu Syaibah atau Bab as-Salam. Beliau masuk pintu itu karena memang datang dari arah utara! Gerbang yang dimasuki Nabi itu kini tidak ada lagi. Ketika pada tahun 1957 Masjid al-Haram diperluas sehingga tempat sa`i termasuk Safa dan Marwah menjadi bagian masjid, pemerintah Arab Saudi membuat banyak pintu. Dua pintu di antaranya diberi nama Pintu Banu Syaibah dan Pintu Bab as-Salam. Sekarang banyak jemaah haji berusaha masuk Masjid al-Haram dari Pintu Bab as-Salam ‘made in Saudi’ ini dengan anggapan melaksanakan Sunnah Nabi!
Pada awal setiap putaran thawaf, jemaah haji disunnahkan untuk memberikan penghormatan (istilam) kepada Hajar Aswad di pojok tenggara Ka`bah. Rasulullah SAW memberikan empat cara istilam tersebut. Ketika umrah pertama kali tahun 7 Hijri, beliau mengecup Hajar Aswad. Ketika penaklukan Makkah tahun 8 Hijri, beliau menyentuhkan ujung tongkat ke Hajar Aswad dari atas unta. Ketika umrah saat pulang dari Hunain, Hajar Aswad beliau usap dengan tangan kanan. Ketika beliau haji tahun 10 Hijri, beliau hanya melambaikan tangan dari jauh ke arah Hajar Aswad. Cara terakhir ini sangat praktis dan paling afdhal. Tetapi banyak jemaah haji sekarang yang bersikut-sikutan untuk mengecup Hajar Aswad. Hanya karena penasaran, dia rela melakukan yang haram (menyakiti sesama jemaah) untuk mengejar yang sunnah!
Rasulullah SAW melakukan thawaf tujuh putaran. Ummu Salamah, salah satu istri beliau, berthawaf dengan ditandu sebab sedang sakit. Setiap melewati Rukun Yamani Rasulullah SAW cuma mengusapnya dengan tangan. Antara Rukun Yamani dan Hajar Aswad beliau mengucapkan doa paling populer: Rabbana atina fi d-dunya hasanah wa fi l-akhirati hasanah wa qina `adzaba n-nar (“Ya Tuhan kami, berilah kami kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat serta peliharalah kami dari azab neraka”). Setelah selesai tujuh putaran, beliau shalat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim, kemudian pergi ke telaga Zamzam. Beliau minum air Zamzam dan membasahi kepala beliau.

Sunday, 10 April 2016

Mengapa Perlu Melontar Jamrah?

Tahukah kita kenapa umat Islam wajib melontar batu di Jamratul Ula, Wusta dan Aqabah? Ini adalah kerana tiang tersebut merupakan sebuah "obelisk" hasil dari tiang yang menjadi simbol pemerintahan Firaun pada zaman dahulu. Dajjal dan tenteranya mengguna dan memanipulasi tenaga piramid (piramid pada hujung obelisk) dengan kaedah sains untuk tujuan yang jahat. Sebab itulah umat Islam wajib membaling batu di Jamratul sebagai tanda protes kepada manipulasi ini dan juga benci dengan iblis serta kejahatannya. Obelisk juga dikenali sebagai "cleopatra’s needle". Tidak ramai umat Islam yang memahami maksud simbolik kenapa perlunya membaling batu di Jamratul.

Semasa menunaikan Haji, umat Islam akan membaling batu sebanyak 7 kali dengan 7 biji batu dimulai dengan tertib di ketiga-tiga Jamratul bermula dari Jamratul Ula, Wusta dan Aqabah dengan niat:

Bismillah, Allahuakbar Rajman Lisyaitani wahizbih



(Dengan nama Allah, Tuhan Yang Maha Besar, aku melontar syaitan dan pengikut-pengikutnya)


Obelisk
Obelisk merupakan simbol kepada tuhan matahari iaitu Amon Re / Ra. Maka mengapa di Vatican City pun ada didirikan simbol kepada tuhan matahari yang disembah oleh orang2 Mesir Kuno itu? Maka bukan sahaja Hari Ahad (SUN DAY) yang telah diputarbelitkan oleh Illuminati terhadap Kristian, agar menjadikan nya hari suci sedangkan Hari Ahad itu adalah hari suci orang2 menyembah tuhan matahari. Obelisk juga di antara satu tanda dan tipudaya mereka.


Sumber dari : http://petunjukzaman.blogspot.my/2011/03/kenapa-perlu-lontar-jamrah-apakah.html

Thursday, 7 April 2016

13 Fakta Unik Haji


Menunaikan ibadah Haji merupakan impian setiap umat kerana Haji merupakan salah satu rukun Islam, namun ternyata Haji menyimpan banyak fakta menarik. Apakah dia ?
1. Thawaf (berputar mengelilingi Kabah)
Telah dilakukan umat sejak nabi-nabi sebelum Nabi Ibrahim. Thawaf meniru malaikat-malaikat yang mengelilingi Kabah nurani di surga. Thawaf sebagai ritual Haji ditafsirkan sebagai simbol penyatuan dengan gerak alami, seperti alam semesta yang bergerak dengan cara berputar.
2. Sa'ie (berlari-lari kecil antara bukit Shafa dan Marwah)
Dilakukan untuk mengenang istri Nabi Ibrahim, Hajar, sewaktu berjuang mencari air untuk bayi mereka yang kehausan, Ismail. Maknanya, sesungguhnya Allah menghargai setiap usaha manusia walau manusia merasa gagal. Hasil yang Dia berikan bisa datang dari arah yang tak terduga karena tidak ada usaha yang sia-sia di mata Allah.
3. Wukuf (berdiam diri di padang Arafah)
Untuk mengenang bertemunya kembali Nabi Adam dengan Siti Hawa setelah berpisah cukup lama di bumi. Adam dan Hawa diperintah Allah keluar dari Surga ke dunia karena melanggar perintahNya untuk tidak menyentuh buah khuldi.
4. Membaling Jamrah
Membaling Jamrah atau lontar jumrah adalah sebuah kegiatan yang merupakan sebahagian dari ibadah haji tahunan ke kota suci Mekkah, Arab Saudi. Para jemaah haji melemparkan batu-batu kecil ke tiga tiang (jumrah; bahasa Arab: jamarah, jamak: jamaraat) di kota Mina yang terletak dekat Mekkah.
5. Mengambil Batu di Muzdalifah
Para jemaah haji harus mengambil batu kerikil untuk melempar jumrah. Mereka mengambil di daerah yang bernaman Muzdalifah, uniknya batu kerikil di daerah ini tidak pernah habis.
6. Jumlah jamaah Haji
Total dari seluruh dunia setiap tahun selalu meningkat, tahun 2011 sebesar 2,5 juta jamaah dari seluruh dunia. 1,8 juta berasal dari luar Arab dan 800ribu berasal dari Arab.
7. Pegawai Keselamatan
Arab Saudi menyiapkan pegawai keselamatan khusus untuk ibadah Haji sebanyak 63 ribu pasukan, 22 ribu diantaranya berasal dari orang awam, dan 6000 kendaraan. Ada sekitar 20 ribu petugas kesihatan untuk membantu jamaah Haji.
8. Luas Masjidil Haram
Luas Masjidil Haram saat ini 365 ribu meter persegi. Direncanakan tahun 2020 diperluas menjadi 587.250 meter persegi. Jika di hari-hari biasa (selain musim haji) dapat menampung 900 ribu jamaah, maka di musim Haji dapat menampung hingga 2 juta-an jamaah. Saat ini sedang ditingkatkan kapasitasnya untuk dapat menampung hingga 4 juta jamaah.
9. Air zamzam
Jumlah air zamzam yang dibagikan untuk jamaah Haji mencapai jutaan liter. Air zamzam ini sudah ada sejak jaman Nabi Ibrahim. Hingga kini menjadi sumber air bersih utama di Mekkah dan belum pernah mengalami kekeringan.
10. Ka'bah
Dibangun pertama kali oleh Nabi Adam. Nabi Ibrahim menemukan kembali atas petunjuk Allah dan membangunnya ulang dibantu Nabi Ismail. Kini Ka'bah terbuat dari marmer dan granit. Pintunya terbuat dari 280 kg emas murni. Kelambu hitam yang menutupi (kiswah) terbuat dari sutra terbaik dan kaligrafinya disulam dari benang emas dan perak seberat 150 kg.
11. Kuota Haji Malaysia
Kuota Haji untuk Malaysia setiap tahunnya adalah 23 ribu jamaah, 
12. Kurma Ajwa
Kurma ini yang dahulu sering di makan Nabi Muhammad SAW. jenis kurma yang paling lazat diantara kurma lainnya. khasiat dari kurma ini adalah di yakini bisa menyembuhakn penyakit dan racun.
13. Makam Rasulullah 
Makam (pusara) Rasullullah SAW terletak di sebelah Timur Masjid Nabawi. Di tempat ini dahulu terdapat dua rumah, yaitu rumah Rasulullah SAW bersama Aisyah dan rumah Ali dengan Fatimah. Sejak Rasulullah SAW wafat pada tahun 11 H (632 M), rumah Rasullullah `SAW terbagi dua.Bagian arah kiblat (Selatan) utk makam Rasulullah SAW dan bagian Utara utk tempat tinggal Aisyah.

Tuesday, 5 April 2016

Berapa Bilangan Kuota Jemaah haji Malaysia Tahun 2016?



KUANTAN: Kuota jemaah haji Malaysia tahun ini kekal pada 22,320 orang.

Pengarah Urusan Kumpulan dan Ketua Pegawai Eksekutif Lembaga Tabung Haji (TH), Tan Sri Ismee Ismail memaklumkan ia telah diputuskan kerajaan Arab Saudi pada mesyuarat Menteri Haji dua bulan lalu.

Kuota terbabit bermula sejak 2013 susulan keputusan kerajaan Arab Saudi mengurangkan 20 peratus daripada jumlah 29,700 jemaah sebelum ini.

"Saya yakin mereka (Arab Saudi) membuat keputusan ini berdasarkan perkiraan mereka mengenai pembinaan di Masjidil Haram di Makkah yang masih berjalan selain mengambil kira keselamatan dan keselesaan jemaah haji," kata Ismee.

Monday, 4 April 2016

Masjid Al- Jumu'ah



Ia terletak di tengah-tengah kebun tamar di Wadi (lembah) Ranaunadi perkampungan bani Salim bin 'Auf. Jaraknya kira-kira 0.5 km dari utara Masjid Quba' dan 2.5km dari bandar Madinah.

setelah 4 hari berada di bandar Quba', Rasulullah SAW keluar dari Quba' pada hari jumaat menuju ke bandar Madinah dan ketika Baginda tiba di Wadi Ranauna iaitu berhampiran perkampungan Bani Salim bin 'Auf, waktu solat jumaat telah masuk. Baginda pun menunaikan solat jumaat di tengah-tengah wadi itu. Itulah Solat jumaat pertama yang didirikan oleh Rasulullah SAW selepas hijrah secara terang.

Walaupun fardu Jumaat telah diwajibkan di Makkah tetapi oleh kerana tiada kekuasaan dan kekuatan maka ia tidak dapat dilaksanakan. Sebuah masjid kemudiannya dibina di tempat tersebut dan dinamakan Masjid al-Jumu'ah bersempena dengan peristiwa tersebut.

Masjid ini terkenal juga dengan nama Masjid Al-Wasi dan Masjid 'Atikah. Sehingga sekarang masjid ini masih kekal dengan binaannya yang indah.


Sunday, 3 April 2016

Sejarah Haji Malaysia - Wajib Baca!!

Catatan awal menyatakan Sultan Mansur Shah berhasrat ke Tanah Suci tetapi mangkat sebelum dapat menunaikannya.
IBADAT haji di negara ini dipercayai bermula sejak kedatangan Islam ke gugusan Kepulauan Melayu pada abad ke 13. Namun, catatan sejarah yang jelas mengenai perkembangan haji di negara ini sukar diperoleh secara terperinci kerana tidak banyak maklumat mengenainya.
Dipercayai orang Melayu yang berkemampuan dan terbabit dalam aktiviti pelayaran ialah kelompok terawal menunaikan haji, namun tiada catatan atau apa-apa penunjuk aras mengenainya ditemui.
Pengamal perubatan Portugis, Tom Pires mencatatkan dua pemerintah Melaka ada menyatakan hasrat ke Makkah iaitu Sultan Mansur Shah yang memerintah dari 1456-1477 Masihi atau 860-881 Hijrah dan Sultan Alauddin Riayat Shah (1477-1488 Masihi/881-893 Hijrah). Namun, kedua-duanya tidak dapat meneruskan niat mereka kerana mangkat.
Dalam catatan itu, Tom Pires menjelaskan kedua-dua pemerintah sudah membuat persediaan, termasuk menyediakan emas yang berganda jumlahnya dan mempersiapkan kapal untuk pelayaran menunaikan haji.
Catatan Tom Pires bagaimanapun, tidak boleh dianggap sebagai rekod terawal berkaitan pelayaran masyarakat Melayu menunaikan haji ke Makkah kerana ibadah haji itu sendiri adalah satu kewajipan yang dilaksanakan umat Islam.
Catatan yang tidak kurang penting mengenai jemaah haji dari Kepulauan Melayu ialah perjalanan ilmuwan Muhammad Yusuf Ahmad atau lebih dikenali sebagai Tok Kenali pada 19 Masihi (13 Hijrah).
Tok Kenali berasal dari Kelantan melanjutkan pengajian agama beliau di Makkah ketika berusia 18 tahun. Dicatatkan beliau mengambil masa enam bulan untuk sampai ke Makkah. Tok Kenali kemudian mengambil keputusan menetap di Makkah bagi menuntut ilmu, di samping menunaikan umrah dan haji.
Beliau kemudian kembali ke Kelantan pada usia 40 tahun dan mengasaskan pusat pengajian Islam. Selain beliau, beberapa ilmuwan Islam di Kepulauan Melayu yang terkenal ialah Hamzah Fansuri yang belayar ke Makkah pada akhir abad ke 16 Masihi (10 Hijrah) dan Abdul Rauf Singkel menunaikan haji pada 1643 Masihi (1052 Hijrah).


Apabila tiba abad ke 19 dan 20 Masihi, muncul bukti yang lebih banyak berkaitan aktiviti mengerjakan haji masyarakat Melayu di Malaysia. Banyak artifak, manuskrip, bahan bercetak dan gambar direkodkan orang Melayu yang pergi ke Makkah menunaikan haji.
Cendekiawan Malaya Harun Aminurashid bergambar di atas kapal ketika menunaikan haji pada 1960.
Antara catatan yang menarik dihasilkan Munsyi Abdullah seorang terpelajar berasal dari negara ini yang menceritakan dengan teliti pelayarannya ke Tanah Suci pada 1854 Masihi (1270 Hijrah) melalui Hikayat Pelayaran Abdullah.
Selepas itu ramai cendikiawan Melayu dan golongan terpelajar yang pernah ke Makkah menunaikan haji dan umrah mengabdikan pengalaman mereka dalam bentuk tulisan bagi berkongsi ilmu dengan orang lain.
Beberapa manuskrip bertulisan jawi ditemui di Kepulauan Melayu menyentuh pelbagai aspek berkaitan haji, termasuk catatan peribadi dan maklumat mengenai haji bersifat keagamaan.
Cendikiawan Melayu Harun Aminurashid menulis pengembaraannya ke Makkah dengan kapal laut pada 1960 Masihi (1379 Hijrah) dalam bukunya bertajuk Chatetan ka-Tanah Suchi.
Harun menceritakan perit getirnya sepanjang perjalanan dengan kapal diberi nama Anshun. Antara petikan berkenaan ialah: “susah menjadi penumpang di dalam bahagian tengah kapal…orang yang ingin menunaikan haji mestilah sabar… di sini tiada keseronokan atau kebebasan seperti kebiasaannya ketika di darat…kamu terpaksa menanggung kesusahan ini di sepanjang pelayaran pergi dan balik daripada menunaikan haji, sabar ialah satu-satunya jalan penyelesaian terbaik.”
Selain Harun, ada beberapa tulisan lain yang menceritakan keterujaan mereka menunaikan haji serta gambaran perjalanan ke Tanah Suci seperti Jaafar Jusoh Al Haj (Perihal Pemergian ke Mekah dan Madinah yang diterbitkan pada 1937 Masihi (1355 Hijrah) dan Haji Ismail Haji Ishak dalam bukunya bertajuk, Ke Mekah Mengikut Jalan Darat (1975 Masihi/ 1394 Hijrah) .
Selain catatan perjalanan, ada juga ditemui penulisan jemaah haji berkisar mengenai perasaan, pandangan dan pemikiran mereka terhadap apa yang berlaku sepanjang perjalanan yang dipersembahkan dengan gaya tersendiri, termasuk karya seni seperti puisi, lukisan dan poster.
Dicatatkan seorang jemaah haji yang tidak diketahui identitinya mengubah nazam menceritakan perjalanannya dari Kedah ke Makkah.
Dalam nazam tulisan jawi itu, penulis menyatakan tiga bulan dari Kedahlah dan kurang, Pelayaran kapal tatkala menyeberang, Jikalau angin dari belakang sampai ke Jeddah (laut) yang tenang…Dua malam tuan sudah di Jeddah hendak berjalan pula ke Makkah disewalah unta mana yang mudah kecil sedikit daripada gajah…”
Di akhir nazam dinyatakan 120 rahmat ke atas Kaabah iaitu 60 bagi mereka yang mengerjakan tawaf, 40 bagi mereka yang bersembahyang dan 20 bagi yang melihatnya.
Sejak 1900 hingga 1969, jemaah haji negara ini hanya menggunakan kapal laut untuk ke Makkah. Mulai 1970 hingga 1976, sebilangan kecil daripada mereka menaiki kapal terbang tetapi kapal laut masih terus digunakan.


Sejak 1977 kapal laut tidak lagi digunakan, sebaliknya semua jemaah haji Malaysia menaiki kapal terbang untuk ke Makkah. Pada zaman kapal laut, pelayaran dari negara ini ke Makkah mengambil masa di antara dua dan tiga bulan, selain dilihat berisiko lebih tinggi.
Kebanyakan jemaah yang menaiki kapal laut pernah mengalami pelbagai pengalaman pahit, termasuk dilanda ribut taufan. Malah, ada kapal laut yang terbakar ketika dalam pelayaran di tengah samudera. Namun, semua itu dianggap sebagai dugaan dan ujian Allah.
Dalam perjalanan selama berbulan-bulan ke Makkah, ada jemaah yang uzur atau meninggal dunia di atas kapal. Bagaimanapun, rekod sebenar mengenai kematian itu sukar diperoleh.
INFO: Kapal haji
# Mendam Berahi (abad ke-15)
# Subulus Salam (1854),
# Antirorchus (1936), Bellophon (1936), Cyclops (1936) dan Potesilaus (1936)
# Agamemnon, Adratus, Atreus, Ajax, Eurubates, Glaucus, Idomeneus (1940-an)
# Prometheus (1950-an),
# Malaysia Kita, Malaysia Raya dan Kuala Lumpur (1970-an).
Peristiwa 1947
# 670 jemaah haji Malaya berangkat ke Makkah melalui Singapura dan 1,326 melalui Pulau Pinang. Daripada jumlah itu, 1,729 pulang ke Malaya, manakala 200 lagi terus tinggal di Makkah; 67 meninggal dunia iaitu 31 ketika dalam pelayaran, manakala 36 di Makkah.
# Sebelum Perang Dunia Kedua hingga negara mencapai kemerdekaan, Singapura dan Pulau Pinang menjadi dua pelabuhan penting bagi jemaah haji Malaya.
# Kebanyakan jemaah sebelum merdeka dibawa ke pelabuhan dengan lori dan cara itu sering dikritik orang ramai menerusi akhbar. Satu peristiwa pernah menimpa jemaah di Pelabuhan Klang pada 8 Julai 1962 iaitu tragedi tangga patah menyebabkan 20 cedera ketika menyambut ketibaan jemaah haji di atas kapal `Kuala Lumpur’.
# Menjelang awal 60-an, kesulitan itu semakin reda apabila pakar ekonomi negara, Prof Diraja Ungku Aziz mengesyorkan supaya Tabung Haji diwujudkan. Dalam memorandumnya berjudul `Pilgrims Economy Improvement Plan’ kepada kerajaan, Ungku Aziz mengesyorkan penubuhan sebuah perbadanan untuk mengurus dan mengendalikan urusan umat Islam negara ini yang hendak menunaikan haji dan umrah.
# Tabung Haji ditubuhkan pada 1969 dan menguruskan pergi balik jemaah haji ke Makkah dengan licin dan teratur. Tradisi dan amalan menjual harta benda untuk ke Makkah hingga menyebabkan `kepapaan’ selepas jemaah haji kembali ke tanah air, juga semakin pupus.
IBADAT haji menghimpunkan umat Islam tidak mengira warna kulit, latar belakang, keturunan dan lokasi ke satu tempat paling suci di tanah Arab iaitu Makkah.
Peredaran zaman menyaksikan perjalanan ke Makkah untuk mengerjakan haji melalui fasa perubahan daripada keperitan dan kesusahan kepada lebih mudah dan singkat untuk ke kota suci berkenaan.
Pada waktu dulu, ibadat haji hanya boleh dicapai mereka yang berhati cekal kerana banyak pengorbanan yang terpaksa di buat.
Pengalaman jemaah ke Makkah
# Penyair Parsi yang juga ahli falsafah Isma’ili, Naser Khosraw berasal dari Iran menceritakan beliau menyertai kumpulan karavan, suatu yang biasa pada zaman itu bagi perjalanan jauh untuk menunaikan haji.
Beliau dalam bukunya Safarnama menceritakan mengembara selama tujuh tahun dari 1046 Masihi (437 Hijrah) hingga 11 Masihi (443 Hijrah) menjelajahi bandar Islam sebelum sampai di Makkah untuk menunaikan haji.
Ditemani saudara lelaki dan pembantunya bergerak melalui Nishapur, Tabriz, Aleppo, Baitul Maqdis dan destinasi terakhir Makkah. Perjalanan itu adalah titik perubahan kerohanian Naser yang mana dalam usia 42 tahun, beliau mengambil keputusan meninggalkan kehidupan bangsawan dan menuju ke Kaherah untuk menjadi ulama.
# Penyair dan ilmuwan Sepanyol dari Granada, Ibnu Jubayr atau nama sebenarnya Abu Al-Husayn Ibnu Jubayr menceritakan kesukaran diganggu Tentera Salib dan perompak yang memang suka menjadikan rombongan karavan haji sebagai mangsa. Dicatatkan kepayahan rombongan haji yang disertainya berdepan kehadiran Tentera Salib Reynald de Chatillon iaitu pasukan yang dilatih khusus menyerang karavan haji.
Dalam catatan itu, diceritakan, rombongan terpaksa menggunakan unta menuju ke selatan Kaherah untuk ke Pelabuhan Aydhab di laut Merah sebelum ke Jeddah untuk ke Makkah.
# Pengembara Islam, Ibn Battutah menulis mengenai pengalamannya ke Makkah yang penuh berliku. Beliau mencatatkan bersendirian menyusuri laluan pinggir pantai dengan menunggang unta dan kuda sebelum menyertai karavan jemaah haji di Libya.
Lady Evelyn Zainab Murray Cobbold
Lapan bulan kemudian beliau tiba di Makkah bersama jemaah lain pada 1326 Masihi (726 Hijrah) dan Makkah sering menjadi tempat persinggahan beliau sepanjang pengembaraannya. Banyak yang dikongsikan Ibn Battutah sepanjang perjalanannya, begitu juga kisah dan gambaran beliau mengenai Makkah.
# Laksamana Zheng He atau lebih dikenali Laksamana Cheng Ho yang berkhidmat di bawah Dinasti Ming juga melalui kesukaran sepanjang perjalanan menunaikan haji. Zheng He, laksamana angkatan laut yang pernah mengetuai tujuh misi diplomatik negaranya dari 1405-1433 Masihi (807-836 Hijrah) menyifatkan pengembaraan ke Makkah sebagai satu yang menakjubkan, dan tiba di Makkah pada pelayaran ketujuhnya, 1423-1433 M (835-836 Hijrah). Namun, wujud percanggahan pendapat antara cendikiawan dan sejarawan sama ada Zheng He benar-benar menunaikan haji atau sekadar singgah di Makkah.
# Pengembara Itali, Ludovico Di Varthema menjadi orang Eropah pertama menceritakan pengalamannya ke Makkah mengerjakan ibadat haji dalam karya bertajuk Itinerario (Itinerary – jadual perjalanan).
Status keislaman Varthema juga diragui, namun beliau berjaya menyertai angkatan tentera Mamluk yang bertanggungjawab mengiringi karavan haji ke Tanah Suci pada 1503 Masihi (908 Hijrah). Ketika dalam perjalanan dari Damsyik ke Makkah beliau merekodkan halangan yang terpaksa ditempuhi jemaah haji di tengah padang pasir.
# Wartawan Sepanyol, Muhammad Asad dari Galicia menulis pengalaman menunaikan haji bersama isterinya Elsa dengan kapal laut dari Mesir ke Jeddah.
Beliau menceritakan jemaah haji berasak-asak di atas kapal, disertai laungan ‘labayk, Allahumma, Labayk’ yang bersahut-sahutan. Jemaah haji Mesir dan Afrika Utara memenuhi setiap ruang dan sudut dalam kapal dengan berhimpit-himpit.
# Satu lagi catatan zaman moden ditulis Lady Evelyn Zainab Murray Cobbold (1867-1963 Masihi (1283-1382 Hijrah). Beliau dipercayai wanita Eropah pertama merekodkan pengalamannya mengerjakan haji.
Lady Evelyn anak sulung Earl of Dunmore yang dipercayai memeluk Islam sejak kecil memulakan perjalanan secara sendirian ke Makkah menaiki kapal laut di Kaherah ke Pelabuhan Jeddah pada usia 66 tahun dan diberi kebenaran masuk ke kota suci itu oleh Raja Abdul Aziz Ibn Saud pada 15 Zulkaedah 1351 Hijrah bersamaan 12 Mac 1933.
Beliau yang mengembara menggunakan kereta Ford kecil menceritakan 10 hari masa yang diambil oleh unta untuk menamatkan perjalanan antara Madinah dan Jeddah , tiga minggu bagi pejalan kaki yang bergerak pada waktu malam.
# Pengembara haji, Malcom X, berketurunan Afrika-Amerika yang mengerjakan haji pada 1964 menceritakan cabaran sebagai warga negara Amerika Syarikat yang mahu menunaikan haji sehingga terkandas 20 jam apabila tiba di Jeddah. Beliau yang lengkap memakai ihram tidak dibenarkan masuk kerana diragui keislamannya.
Beliau akhirnya dibenarkan masuk ke Makkah, malah menjadi tetamu pemerintah Arab Saudi, Putera Feisal. Malcom memberitahu beliau mempelajari solat yang betul dan merasai semangat ummah (persaudaraan Islam) dalam tahanan 20 jam itu.
sumber: Berita Harian, 8 Nov 2009 | 20 Zulqaedah 1430